Pertempuran 5 Hari di Semarang - Pertempuran 5 Hari atau Pertempuran 5 Hari di Semarang adalah serangkaian pertempuran antara rakyat Indonesia di Semarang melawan Tentara Jepang. Pertempuran ini adalah perlawanan terhebat rakyat Indonesia terhadap Jepang pada masa transisi (bedakan dengan Peristiwa 10 November - perlawanan terhebat rakyat Indonesia dalam melawan sekutu dan Belanda).
Pertempuran dimulai pada tanggal 15 Oktober 1945 (walau kenyataannya suasana sudah mulai memanas sebelumnya) dan berakhir tanggal 20 Oktober 1945.
Masuknya Tentara Jepang ke Indonesia
Pada 1 Maret 1942, tentara Jepang mendarat di Pulau Jawa, dan tujuh hari kemudian, tepatnya, 8 Maret, pemerintah kolonial Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Sejak itu, Indonesia diduduki oleh Jepang.
[sunting]
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan tokoh-tokohnya
Tiga tahun kemudian, Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu setelah dijatuhkannya bom atom (oleh Amerika Serikat) di Hiroshima dan Nagasaki. Peristiwa itu terjadi pada Agustus 1945. Mengisi kekosongan tersebut, Indonesia kemudian memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945.
Mengenai pertempuran lima hari di Semarang ini, ada beberapa tokoh yang terlbat adalah sbb : [1.] dr. Kariadi dr. Kariadi adalah dokter yang akan mengecek cadangan air minum di daerah Candi yang kabarnya telah diracuni oleh Jepang. Beliau juga merupakan Kepala Laboratorium Dinas Pusat Purusara. [2.] Mr. Wongsonegoro Gubernur Jawa Tengah yang sempat ditahan oleh Jepang. [3.] Dr. Sukaryo dan Sudanco Mirza Sidharta tokoh Indonesia yang ditangkap oleh Jepang betrsama Mr. Wongsonegoro. [4.] Mayor Kido Pimpinan Batalion Kido Butai yang berpusat di Jatingaleh. [5.] drg. Soenarti istri dr. kariadi [6.] Kasman Singodimejo perwakilan perundingan gencatan senjata dari Indonesia. [7.] Jenderal Nakamura Jenderal yang ditangkap oleh TKR di Magelang
Perjuangan Pemuda Semarang
Berita Proklamasi dari Jakarta akhirnya sampai ke Semarang. Seperti kota-kota lain, di Semarang pun rakyat khususnya pemuda berusaha untuk melucuti senjata Tentara Jepang Kidobutai yang bermarkas di Jatingaleh. Pada tanggal 13 Oktober, suasana semakin mencekam, Tentara Jepang semakin terdesak. Tanggal 14 Oktober, Mayor Kido menolak penyerahan senjata sama sekali. Para pemuda pun marah dan rakyat mulai bergerak sendiri-sendiri. Aula Rumah Sakit Purusara dijadikan markas perjuangan. Para pemuda rumah sakit pun tidak tinggal diam dan ikut aktif dalam upaya menghadapi Jepang. Sementara itu taktik perjuangan pemuda menggunakan taktik gerilya.
Sumber Air Minum Diracuni
Setelah pernyataan Mayor Kido, Pada Minggu, 14 Oktober 1945, pukul 6.30 WIB, pemuda-pemuda rumah sakit mendapat instruksi untuk mencegat dan memeriksa mobil Jepang yang lewat di depan RS Purusara. Mereka menyita sedan milik Kempetai dan merampas senjata mereka. Sore harinya, para pemuda ikut aktif mencari tentara Jepang dan kemudian menjebloskannya ke Penjara Bulu. Sekitar pukul 18.00 WIB, pasukan Jepang bersenjata lengkap melancarkan serangan mendadak sekaligus melucuti delapan anggota polisi istimewa yang waktu itu sedang menjaga sumber air minum bagi warga Kota Semarang Reservoir Siranda di Candilama. Kedelapan anggota Polisi Istimewa itu disiksa dan dibawa ke markas Kidobutai di Jatingaleh. Sore itu tersiar kabar tentara Jepang menebarkan racun ke dalam reservoir itu. Rakyat pun menjadi gelisah.
Dr. Kariadi Terbunuh
Selepas Magrib, ada telepon dari pimpinan Rumah Sakit Purusara, yang memberitahukan agar dr. Kariadi, Kepala Laboratorium Purusara segera memeriksa Reservoir Siranda karena berita Jepang menebarkan racun itu. Dokter Kariadi kemudian dengan cepat memutuskan harus segera pergi ke sana. Suasana sangat berbahaya karena tentara Jepang telah melakukan serangan di beberapa tempat termasuk di jalan menuju ke Reservoir Siranda. Isteri dr. Kariadi, drg. Soenarti mencoba mencegah suaminya pergi mengingat keadaan yang sangat genting itu. Namun dr. Kariadi berpendapat lain, ia harus menyelidiki kebenaran desas-desus itu karena menyangkut nyawa ribuan warga Semarang. Akhirnya drg. Soenarti tidak bisa berbuat apa-apa. Ternyata dalam perjalanan menuju Reservoir Siranda itu, mobil yang ditumpangi dr. Kariadi dicegat tentara Jepang di Jalan Pandanaran. Bersama tentara pelajar yang menyopiri mobil yang ditumpanginya, dr. Kariadi ditembak secara keji. Ia sempat dibawa ke rumah sakit sekitar pukul 23.30 WIB. Ketika tiba di kamar bedah, keadaan dr. Kariadi sudah sangat gawat. Nyawa dokter muda itu tidak dapat diselamatkan. Ia gugur dalam usia 40 tahun satu bulan.
Kejadian ini merupakan penyulut utama Perang Lima Hari di Semarang.
Kronologis
Sekitar pukul 3.00 WIB, 15 Oktober 1945, Mayor Kido memerintahkan sekitar 1.000 tentaranya untuk melakukan penyerangan ke pusat Kota Semarang. Sementara itu, berita gugurnya dr. Kariadi yang dengan cepat tersebar, menyulut kemarahan warga Semarang. Hari berikutnya, pertempuran meluas ke berbagai penjuru kota. Korban berjatuhan di mana-mana. Pada 17 Oktober 1945, tentara Jepang meminta gencatan senjata, namun diam-diam mereka melakukan serangan ke berbagai kampung. Pada 19 Oktober 1945, pertempuran terus terjadi di berbagai penjuru Kota Semarang. Pertempuran ini berlangsung lima hari dan memakan korban 2.000 orang Indonesia dan 850 orang Jepang. Di antara yang gugur, termasuk dr. Kariadi dan delapan karyawan RS Purusara.
Berdasarkan kejadiannya, kronologis pertempuran lima hari di Semarang dapat dijabarkan sebagai berikut : [a.] 7 oktober : pemuda Semarang berusaha melucuti senjata Tentara Jepang di Jatingaleh. Sementara di saat yang sama, pimpinan Jepang dan pemuda berunding mengenai penyerahan senjata. [b.] 13 oktober : suasana semakin menegang dan Jepang semakin terdesak. [c.] 14 oktober : Mayor Kido menolak penyerahan senjata. Pukul 06.30, Aula RS Purusara dijadikan markas perjuangan dan pemuda mencegat serta memeriksa mobil Jepang yang lewat. Mereka juga menyita sedan milik Kampetai. Sore harinya, pemuda menjebloskan Tentara Jepang ke Penjara Bulu namun pukul 18.00 Jepang melancarkan serangan mendadak kepada delapan polisi istimewa yang menjaga Resevoir Siranda di Candi. Kedelapan Polisi itu disiksa dan sore itu juga tersiatr kabar kalau Jepang menebar racun dalam reservoir tersebut. Selepas Maghrib, dr. Kariadi memutuskan untuk segera memeriksa reservoir itu namun istrinya, drg. Sonarti, mencoba mencegahnya karena ia berpendapat bahwa suasana sedang sangat berbahaya namun tidak berhasil. Sayangnya, dalam perjalanan dr. Kariadi dan beberapa tentara pelajar, mereka ditembak secara keji. Dr. kariadi sempat dibawa ke rumah sakit sekitar namun tidak dapat diselamatkan. Selain kejadian di atas, pada hari itu juga terjadi pemberontakan 4.000 tentara Jepang di Cepiring. [d.] 15 oktober: pukul 03.00, Mayor Kido menyuruh 1.000 tentara untuk melakukan penyerangan ke pusat kota mendengar berita penangjkapann Jenderal Nakamura dan berita gugurnya dr. Kariadi menyulut kemarahan warga Semarang. Di Semarang juga terjadi penangkapan Mr. Wongsonegoro, Dr. Sukaryo, dan Sudanco Mirza Sidharta. [e.] 16 oktober : pertempuran terus berlanjut [f.] 17 oktober : Jepang berunding dengan Mr. Wongsonegoro [g.] 18 oktober : Ada perundingan gencatan senjata oleh KAsman Singodimejo dan Jenderal Nakamura. Dalam perundingan ini, Jepang ingin agar senjata yang direbut segera dikembalikan bila tidak Jepang akan meloakukan pengeboman pada tanggal 19 oktober 1945 pukul 10.00. [h.] 19 oktober : Pukul 07.45, kedatangan Sekutu di pelabuhan Semarang dengan kapal HMS Glenry mempercepat perdamaian antara Jepang dan rakyat sehingga perang berakhir.
Peringatan
Untuk memperingati Pertempuran 5 Hari di Semarang, dibangun Tugu Muda sebagai monumen peringatan. Tugu Muda ini dibangun pada tanggal 10 November 1950. Diresmikan oleh presiden Ir. Soekarno pada tanggal 20 Mei 1953. Bangunan ini terletak di kawasan yang banyak merekam peristiwa penting selama lima hari pertempuran di Semarang, yaitu di Jl. Pemuda, Jl. Imam Bonjol, Jl. Dr. Sutomo, dan Jl. Pandanaran dengan lawang sewu. Selain pembangunan Tugu Muda, Nama dr. Kariadi diabadikan sebagai nama salah satu rumah sakit di Semarang.
1 Comments
pertempuran cukup hebat
ReplyDelete